China Ikuti Jejak AS dalam Uji Coba Chip Otak pada Manusia
China Ikuti Jejak AS dalam Uji Coba Chip Otak pada Manusia
Perkembangan teknologi antarmanusia dan mesin kini memasuki babak baru.
Setelah Amerika Serikat menggemparkan dunia dengan proyek Neuralink milik Elon Musk, kini China mulai mengikuti jejak serupa
dengan meluncurkan program uji coba chip otak pada manusia. Langkah ini menandai dimulainya
babak persaingan serius antara dua negara adidaya dalam bidang neuroteknologi, bidang yang berpotensi
mengubah cara manusia berpikir, berinteraksi, dan bahkan sembuh dari penyakit neurologis.
Lembaga riset dan teknologi tinggi China, yang selama ini dikenal sebagai pionir dalam kecerdasan buatan (AI)
dan bioteknologi, kini mengalihkan sebagian besar fokus penelitiannya pada pengembangan brain-computer interface (BCI).
Dalam laporan terbaru dari media lokal dan internasional, dikabarkan bahwa
China telah menyelesaikan uji pra-klinis dan mulai melakukan implantasi chip otak ke manusia secara terbatas dan terkontrol.

Mengikuti Langkah Neuralink
Sejak Elon Musk mengumumkan keberhasilan Neuralink menanam chip ke otak manusia pada awal 2024, perhatian global terhadap teknologi otak-mesin meningkat tajam. Tujuan utama dari pengembangan chip otak ini adalah untuk membantu penderita kelumpuhan, gangguan bicara, hingga gangguan sistem saraf pusat dengan cara menghubungkan otak langsung ke komputer.
China, melalui berbagai lembaga penelitian seperti Tsinghua University dan beberapa perusahaan bioteknologi, menyatakan telah melakukan uji coba serupa dengan keberhasilan awal yang menjanjikan. Meskipun teknologi ini belum setenar Neuralink, namun para ilmuwan China menyatakan bahwa mereka memiliki pendekatan berbeda yang bisa lebih cepat dikembangkan karena dukungan regulasi dan pendanaan negara.
Menurut laporan dari South China Morning Post, proyek ini berada di bawah koordinasi Badan Ilmu Pengetahuan Nasional China yang didukung langsung oleh Kementerian Sains dan Teknologi. Hal ini menunjukkan bahwa pengembangan chip otak tidak hanya dipandang sebagai inovasi kesehatan, tetapi juga bagian dari strategi nasional teknologi tinggi.
Fokus pada Rehabilitasi dan Penyakit Neurologis
Berbeda dengan AS yang fokus awalnya pada komunikasi digital dan kontrol perangkat melalui pikiran, proyek China lebih diarahkan untuk pemulihan medis, terutama bagi pasien stroke, Parkinson, atau gangguan saraf akibat kecelakaan.
Para peneliti menyebut bahwa teknologi ini bisa membantu menyambungkan kembali sinyal otak yang terputus, atau bahkan memulihkan kemampuan motorik dengan bantuan perangkat eksternal seperti lengan robotik. Beberapa pasien yang menjadi sukarelawan dilaporkan mengalami peningkatan kemampuan gerak setelah beberapa minggu terapi chip otak.
Kendati demikian, para ilmuwan juga mengakui bahwa proses ini masih panjang dan membutuhkan banyak evaluasi, terutama terkait efek jangka panjang, keamanan sinyal otak, dan risiko penyalahgunaan.
Tantangan Etika dan Regulasi
Seiring kemajuan pesat ini, muncul pula kekhawatiran soal etika dan privasi otak manusia.
Banyak ahli dari luar negeri memperingatkan bahwa penggunaan chip otak bukan hanya soal medis
tetapi bisa menimbulkan potensi pengawasan, manipulasi pikiran, atau bahkan ketimpangan akses teknologi.
Di Amerika, Neuralink mendapat pengawasan ketat dari FDA (Food and Drug Administration) sebelum mendapat izin uji coba ke manusia.
Sementara di China, sistem pengawasan regulasi bersifat terpusat dan lebih fleksibel, sehingga pengembangan bisa lebih cepat — tetapi dengan konsekuensi pada potensi penyalahgunaan bila tidak diawasi secara ketat. China Ikuti Jejak AS dalam Uji Coba Chip Otak pada Manusia
Organisasi HAM dan etika biomedis di berbagai negara menyerukan agar setiap negara yang mengembangkan teknologi chip otak
menerapkan prinsip transparansi, keamanan data, dan persetujuan sukarela dari pasien, untuk mencegah pelanggaran hak asasi manusia.
Persaingan Teknologi AS–China Semakin Luas
Langkah China mengikuti jejak AS dalam teknologi neurochip memperkuat sinyal bahwa
kompetisi global kini tidak hanya terjadi di bidang ekonomi atau militer, melainkan juga di bidang teknologi saraf dan kecerdasan buatan.
Bagi China, keberhasilan dalam proyek chip otak bukan hanya soal reputasi ilmiah, tetapi juga bagian dari misi menjadi
pemimpin global dalam inovasi masa depan. Sementara bagi Amerika Serikat, dominasi di bidang teknologi otak dapat memperkuat posisi mereka sebagai pionir revolusi digital abad ke-21.
Keduanya kini tengah berlomba-lomba menunjukkan kepada dunia bahwa mereka bukan hanya
mampu menguasai teknologi digital dan luar angkasa, tetapi juga dunia tersembunyi di balik pikiran manusia.
Baca juga: Realme Narzo 80 Lite 5G Meluncur, HP Murah Berstandar Militer
Kesimpulan
Uji coba chip otak pada manusia yang kini dilakukan China menjadi momen penting dalam sejarah teknologi dunia.
Dengan mengikuti jejak Amerika Serikat, China telah resmi masuk ke arena perlombaan neuroteknologi
global yang menjanjikan banyak hal — dari penyembuhan penyakit neurologis
peningkatan kapasitas manusia hingga potensi komunikasi pikiran-komputer yang belum pernah terbayangkan sebelumnya.
Namun, di balik kecanggihan tersebut, tersimpan pula tantangan besar dalam hal etika, privasi, dan keadilan distribusi teknologi.
Masyarakat dunia kini menanti: akankah teknologi ini membawa peradaban ke tingkat baru, atau justru membuka pintu pada risiko baru yang tak terkendali?
Post Comment