Mengenal Cara Kerja Worldcoin, Layanan Kripto Sam Altman

Mengenal Cara Kerja Worldcoin

Mengenal Cara Kerja Worldcoin, Layanan Kripto Sam Altman resmi membekukan izin operasional dua platform berbasis teknologi kripto dan biometrik, yakni Worldcoin dan WorldID. Langkah tegas ini diambil menyusul maraknya aktivitas pengumpulan data biometrik masyarakat, khususnya pemindaian iris mata, yang dilakukan oleh pihak penyelenggara dengan imbalan berupa token kripto Worldcoin di sejumlah lokasi, termasuk di wilayah Jakarta dan Bekasi.

Kegiatan yang sempat viral di berbagai media sosial tersebut menimbulkan keprihatinan di tengah masyarakat, khususnya terkait keamanan dan pemanfaatan data biometrik warga negara. Pemerintah menilai bahwa proses pengumpulan data tersebut dilakukan tanpa penjelasan yang transparan serta tanpa pengawasan yang memadai dari otoritas terkait.

Worldcoin merupakan proyek berbasis teknologi blockchain dan kecerdasan buatan (AI) yang diperkenalkan oleh Sam Altman, CEO dari OpenAI, bersama dua rekannya, Alex Blania dan Max Novendstern. Proyek ini dikembangkan selama dua tahun terakhir dengan tujuan menyediakan sistem identitas digital global yang terdesentralisasi serta membuka akses seluas-luasnya terhadap ekonomi berbasis mata uang digital.

Mengenal Cara Kerja Worldcoin, Layanan Kripto

Mengenal Aset Kripto Worldcoin

Menurut informasi dari situs teknologi Tech Target, Worldcoin mengklaim menawarkan solusi baru dalam proses verifikasi identitas digital seseorang, yang berbeda dari metode konvensional. Pendekatan utama yang diusung oleh platform ini adalah dengan menggunakan pemindaian iris mata untuk membedakan antara manusia dan kecerdasan buatan (AI) atau bot.

Melalui teknologi yang disebut Orb, sebuah perangkat berbentuk bola, pengguna diminta untuk melakukan pemindaian mata yang kemudian akan menghasilkan kode identifikasi unik. Kode ini kemudian disimpan secara anonim dalam sistem blockchain yang bersifat terbuka dan terdesentralisasi.

Tujuan dan Prinsip Dasar

Penyelenggara Worldcoin menyatakan bahwa sistem ini dirancang untuk mendistribusikan token Worldcoin secara merata kepada seluruh pengguna di seluruh dunia tanpa memandang asal negara atau latar belakang ekonomi. Dengan sistem yang terbuka, mereka berharap dapat mengurangi kesenjangan ekonomi global sekaligus memperkuat transparansi dalam dunia digital.

Dalam pelaksanaannya, proyek ini menggabungkan tiga komponen utama, yaitu:

  1. World ID: Sebuah identitas digital unik dan global yang memungkinkan verifikasi bahwa seseorang adalah manusia sejati, bukan robot atau entitas buatan.

  2. Token Worldcoin: Mata uang digital yang diberikan kepada pengguna setelah melakukan pendaftaran dan verifikasi melalui pemindaian iris mata.

  3. World App: Aplikasi digital yang dapat digunakan untuk transaksi, pengiriman, dan pembelian, baik dengan aset kripto maupun mata uang konvensional.

Proses Verifikasi Melalui Pemindaian Iris

Keunikan dari Worldcoin terletak pada metode autentikasi pengguna yang menggunakan iris mata. Seperti halnya sidik jari, iris manusia memiliki pola yang unik dan tidak dapat direplikasi. Inilah yang dijadikan dasar oleh pengembang untuk menciptakan sistem pengenalan identitas yang andal.

Melalui perangkat Orb, mata pengguna dipindai dan struktur iris diubah menjadi serangkaian data yang kemudian diubah menjadi kode unik. Kode ini kemudian diunggah ke jaringan blockchain Worldcoin dan tidak disimpan dalam bentuk gambar atau video, melainkan dalam bentuk data terenkripsi yang bersifat anonim. Artinya, setelah identifikasi dilakukan, sistem tidak lagi menyimpan informasi personal yang dapat dikaitkan dengan individu tersebut secara langsung.

Tunjukkan Wajahmu ke 'The Orb', Selami Worldcoin Milik Sam Altman! Apa Keunikan di Baliknya? - Pintu News

Namun, meskipun pihak pengembang mengklaim bahwa data tersebut aman dan tidak bisa dilacak, kekhawatiran tetap muncul di kalangan pemerhati keamanan data dan privasi digital. Ketidakjelasan mengenai pihak pengelola data, tujuan penggunaan jangka panjang, serta lemahnya regulasi lokal menjadi alasan utama mengapa pemerintah Indonesia mengambil tindakan pembekuan.

Tanggapan Pemerintah dan Implikasi Kebijakan

Dr. Dimas Rasyid, juru bicara resmi Komdigi, menyampaikan bahwa penghentian sementara ini dilakukan sebagai upaya perlindungan terhadap hak-hak digital masyarakat Indonesia. Ia menyebutkan bahwa pengumpulan data biometrik harus dilakukan berdasarkan prinsip legalitas, transparansi, dan akuntabilitas.

“Kegiatan yang melibatkan data pribadi, apalagi biometrik seperti iris mata, tidak boleh dilakukan sembarangan dan tanpa persetujuan yang jelas serta pemahaman penuh dari masyarakat,” tegasnya.

Lebih lanjut, Komdigi berencana melakukan evaluasi menyeluruh terhadap aktivitas Worldcoin dan WorldID, termasuk meninjau kembali legalitas metode pengumpulan data yang telah dilakukan. Tidak tertutup kemungkinan, bila terbukti melanggar aturan perlindungan data pribadi, maka izin permanen akan dicabut dan sanksi hukum dapat dikenakan terhadap pihak terkait.

Respons Masyarakat dan Tantangan Ke Depan

Di tengah meningkatnya adopsi teknologi digital dan kripto, muncul kebutuhan mendesak untuk membangun ekosistem regulasi yang adaptif dan kuat. Kasus Worldcoin ini menjadi contoh nyata bagaimana inovasi teknologi, bila tidak diawasi dengan ketat, bisa menimbulkan risiko baru terhadap privasi dan hak-hak digital individu.

Banyak pakar menilai bahwa kebijakan pemerintah dalam menanggapi fenomena ini sudah berada pada jalur yang tepat. Mereka juga mendorong pemerintah untuk segera menyusun kerangka regulasi yang lebih komprehensif guna menghadapi tantangan baru di era digital, khususnya terkait teknologi blockchain, AI, dan identitas digital terdesentralisasi.

Seiring dengan berkembangnya teknologi dan semakin banyaknya layanan berbasis digital yang masuk ke Indonesia, masyarakat diimbau untuk lebih waspada serta memahami hak dan kewajiban mereka dalam dunia digital.

Baca Juga : Samsung Galaxy S25 FE Bakal Meluncur Dengan One UI 8, Kapan

Post Comment


The reCAPTCHA verification period has expired. Please reload the page.

You May Have Missed