Lima Negara Produksi IPhone Yg Terdampak Kebijakan Tarif Trump kembali menarik perhatian dunia internasional dengan kebijakan ekonominya yang kontroversial. Dalam pernyataan terbarunya, Presiden Trump mengumumkan rencana untuk menaikkan tarif impor terhadap barang-barang yang masuk dari luar negeri, kebijakan yang kini disebut secara luas sebagai “tarif Trump.
”Kebijakan ini, menurut berbagai analis, akan berdampak langsung terhadap berbagai produk konsumen, termasuk salah satu produk unggulan teknologi global, iPhone.
Kenaikan tarif ini tidak hanya berlaku terhadap impor dari Tiongkok, melainkan juga terhadap barang dari setidaknya 180 negara lain di dunia. Dengan diberlakukannya kebijakan ini, harga berbagai produk impor di pasar Amerika Serikat diperkirakan akan meningkat secara signifikan, mengingat beban tambahan biaya akan dialihkan kepada konsumen domestik.
Salah satu perusahaan yang paling terpengaruh dari kebijakan ini adalah Apple Inc., raksasa teknologi asal California, yang selama ini mengandalkan jaringan produksi global untuk merakit perangkat-perangkat andalannya, termasuk iPhone, iPad, dan Mac.
Lima Negara Produksi IPhone Terdampak Tarif Trump
Sejak awal, Apple telah membangun kemitraan manufaktur jangka panjang dengan perusahaan Tiongkok seperti Foxconn. Menurut laporan dari Everscore ISI, sekitar 80 persen dari total produksi global perangkat Apple dilakukan di Tiongkok. Khusus untuk iPhone, negara tersebut menyumbang hingga 90 persen dari volume produksi global.
Data lebih lanjut menunjukkan bahwa sekitar 40 persen dari seluruh produk Apple dibuat melalui pemasok yang berbasis di Tiongkok. Tidak hanya iPhone, pabrik-pabrik di negara tersebut juga memproduksi sekitar 55 persen perangkat Mac dan 80 persen iPad. Oleh karena itu, kebijakan tarif yang menargetkan Tiongkok dengan kenaikan hingga 125 persen dipastikan akan menjadi tantangan besar bagi Apple dalam menjaga stabilitas harga dan suplai.
Meskipun terjadi penurunan jumlah fasilitas manufaktur Apple di Tiongkok sejak 2017 hingga 2020, jumlah unit perangkat yang diproduksi justru meningkat. Hal ini mencerminkan efisiensi produksi yang tinggi, tetapi sekaligus memperlihatkan tingginya ketergantungan Apple terhadap rantai pasok di negara tersebut.
Diversifikasi ke India dan Vietnam
Menanggapi tekanan geopolitik dan potensi gangguan rantai pasok, Apple dalam beberapa tahun terakhir mulai mengalihkan sebagian produksinya ke negara lain. Salah satu negara tujuan utama ekspansi adalah India.
Dengan dukungan penuh dari pemerintah India melalui kebijakan insentif untuk industri teknologi tinggi, Apple telah meningkatkan operasional pabriknya di sana. Menurut pernyataan seorang pejabat senior pemerintah India, Apple menargetkan hingga 25 persen dari total produksi iPhone global akan dilakukan di India dalam beberapa tahun ke depan.
Berdasarkan estimasi dari analis Bernstein, pada akhir 2025 India akan menyumbang sekitar 15 hingga 20 persen dari produksi iPhone dunia. Sementara itu, Everscore ISI memperkirakan angka saat ini berada pada kisaran 10 hingga 15 persen. Meskipun demikian, India juga tidak luput dari dampak kebijakan tarif Trump dan diperkirakan akan dikenakan bea masuk sebesar 26 persen.
Sementara itu, Vietnam juga menjadi lokasi strategis dalam ekspansi manufaktur Apple. Negara ini telah menjadi pusat utama untuk produksi perangkat wearable seperti Apple Watch. Diperkirakan, hingga 90 persen Apple Watch saat ini diproduksi di Vietnam, disertai dengan 20 persen produksi global iPad.
Vietnam akan dikenakan tarif impor baru sebesar 46 persen oleh Amerika Serikat berdasarkan kebijakan terbaru Presiden Trump. Meski lebih rendah dibandingkan Tiongkok, besaran tersebut tetap menimbulkan tekanan biaya yang cukup signifikan bagi Apple.
Kontribusi Malaysia, Thailand, dan Negara Lainnya
Selain India dan Vietnam, Apple juga memanfaatkan fasilitas manufaktur di negara-negara Asia Tenggara lainnya. Di Malaysia, Apple merakit sejumlah produk Mac, dan kini negara tersebut terancam menghadapi tarif sebesar 25 persen. Thailand, yang juga menjadi basis produksi untuk lini Mac, akan dikenakan tarif sebesar 36 persen.
Lebih lanjut, Apple juga bergantung pada berbagai negara untuk pengadaan komponen perangkat keras. Negara-negara seperti Jepang, Korea Selatan, Taiwan, serta Amerika Serikat sendiri, menyuplai berbagai komponen penting mulai dari chip hingga modul kamera dan layar. Komponen-komponen ini sering kali melintasi berbagai negara sebelum dirakit menjadi produk akhir.
Tantangan Terhadap Model Bisnis Global
Kebijakan tarif Trump menandai perubahan besar dalam lanskap perdagangan internasional, khususnya bagi perusahaan dengan model produksi global seperti Apple. Selama ini, pendekatan Apple dalam merancang dan memproduksi perangkat teknologi bergantung pada efisiensi rantai pasok multinasional. Namun, dengan adanya lonjakan tarif, perusahaan harus mempertimbangkan ulang strategi produksinya.
Para analis memperkirakan bahwa Apple bisa saja menaikkan harga jual produk-produknya di Amerika Serikat untuk mengompensasi beban tambahan akibat tarif. Namun langkah ini berisiko mengurangi daya beli konsumen dan menurunkan volume penjualan.
Di tengah ketidakpastian global ini, keputusan Apple dalam mendiversifikasi lokasi produksi tampak semakin tepat. Akan tetapi, jika kebijakan tarif impor diberlakukan secara luas dan jangka panjang, tantangan terhadap stabilitas bisnis Apple kemungkinan akan terus meningkat.
Baca Juga : HONOR Hadirkan Fitur AI Tanpa Batas Hingga Koneksi Seamless